Cerita Entot Kakak Kandung
Pagi ini entah mengapa aku sangat malas melakukan aktifitas. Mataku masih bengkak akibat semalam. Ucapan-ucapan dengan penuh amaran yang di lontarkan papa malam tadi sangat menyakitkan hati ini. Ingin rasanya aku menemui tuhan dan mengakhiri semua kepiluan ini. Tidak lagi mendapatkan makian dari papa. Apakah mereka tidak pernah muda? Apakah ketika muda mereka tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan? Apakah memang aku yang paling bersalah dari semua ini? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Aku bangkit dari pembaringan, duduk di ujung ranjang berseprai Pink. Menghadap kecermin kamar yang menampilkan bayangannku yang sangat kusut. Mata bengkak dan hitam. Aku seolah tidak mengenali siapa yang ada di cermin. Di luar jendela Seekor Kolibri hinggap di bougenfile ungu yang kutanam di salah satu pot di ujung balkon kamar. Sesekali dia bersiul, berpindah dari satu tangkai ke tangkai yang lain. Kicauannya riang, entah apa yang dipikirkan oleh burung mungil itu. Bersiul tanpa beban dan hambatan. Tidak harus takut apa yang harus di lakukan esok hari, tidak harus kena omelan dari orangtua, tidak perlu cemas apa yang akan terjadi di masa depan.
Tok...tok...
“kak, bangun. Kunci pintu rumah. Aku mau berangkat” suara adikku, Reno terdengar dari balik pintu. Aku buka gerendel pintu kamar dan melangkah gontai keluar.
“sarapan udah siap di meja makan. Aku hari ini mungkin pulang malam. Papa dan mama nanti siang pulang, tapi mau pergi lagi. Kakak jangan pergi-pergi keluar dulu ya?” ujar Reno sambil mengikat tali sepatu. Aku diam saja, duduk memperhatikannya dari kursi tamu. Reno berdiri dan menyambar tasnya dan berjalan menuju Ninja R 250cc kesayangannya. Aku turut mengantarkannya ke pintu pagar.
“udah gak usah sedih lagi, besok papa dan mama pergi. Kita jalan-jalan. Ok?” Reno tersenyum kepadaku. Aku balas dengan senyuman singkat.
Reno pun berangkat, deru motornya sudah hilang di ujung gang. Aku tutup kembali pintu pagar dan kembali kedalam. Cuma reno yang masih menganggapku manusia di rumah ini. Dia adik yang sangat sempurna. Pintar, tampan, dan mapan. Meski di usia yang masih sangat muda dia sudah mandiri secara ekonomi. Berbeda sekali denganku, hanya sampah yang selalu memberatkan kedua orang tua. Setidaknya itu yang di rasakan oleh kedua orangtuaku.
Mau kuliah ke Bandung katanya biar masa depan terjamin,gampang cari kerja, udah ngabisin uang banyak. Tetap saja gak berguna. Coba kamu lihat reno, usianya baru 20 tahun, lulus kepolisian tanpa sepeserpun papa perlu mengeluarkan uang. Lulus SMA dengan nilai paling tinggi di sekolah. Selalu dapat bea siswa. Selalu peringkat satu. Setiap papa ketemu gurunya selalu di puji. Dapat medali emas pekan olahraga pelajar. Apa kamu tidak malu dengan keadaan kamu sekarang ini. Dimana-mana anak laki yang biasanya nakal, bukan perempuan. Ini kenapa kamu malah yang berulah. Papa bisa maklum kalau reno yang nakal, tapi kalian seperti bumi dan langit. Apa yang mau kamu andalkan untuk hidup kamu kedepan? Mau ngandalin wajah cantik doang. Mau jadi pelacur?
Makian-makian ayah malam tadi masih terngiang-ngiang di benakku. Kata-kata pedas yang menjadi santapan pagi, siang, malam selama sebulan aku pulang kerumah. Tidak ada kata manis, hanya ada makian dan di banding-bandingkan dengan Reno. Reno hebat, aku tidak ada apa-apa, Reno pemenang, Aku pecundang. Aku juga tidak bisa mau menyalahkan Reno. Memang dia selalu menjadi idola dari kami masih kecil. Aku bisa membaca dan menulis ketika masuk SD. Reno sudah bisa membaca dan menulis bahkan sebelum dia masuk ke TK. Di SD dia sudah menarik perhatian semua guru di tiga bulan pertama dia duduk di kelas 1. Sedangkan aku hanya anak yang antara ada dan tiada. Ada tidak berpengaruh, tidak ada pun tak apa-apa. Jantungku makin bergemuruh setiap kenangan-kenangan masa kecil melintas. Waktu itu aku kelas tiga SD, Reno kelas I. Aku dimarah oleh papa karena membawa pulang nilai 0. Aku bingung dengan pengurangan dengan cara turun kebawah dan meminjam angka. Malamnya mama mengajarkan ku cara pengurangan jalan kebawah. Dan reno ikut belajar di sebelahku. Besok disekolah aku di suruh mengerjakan soal serupa di papan tulis oleh guru kami dan entah kenapa aku lupa cara menyelesaikan soal seperti itu padahal baru malam tadi diajarkan oleh mama. Aku kebingungan di depan kelas. Entah apa yang harus aku coret kan ke papan tulis ini. Dalam kebingungan ini ada tangan kecil yang mengambil alih kapur dari tanganku dan mengerjakan satu soal yang di tuliskan guru di papan tulis. Setelah menuliskan dia berbicara singkat ke guruku kemudian melangkah keluar kelas dengan gontai. Meninggalkan seisikelas yang masih terperangah. Reno, ya, tangan kecil itu tangan Reno. Dia yang mengerjakan soal siswa kelas tiga SD hanya dengan pembelajaran singkat di malam hari. Mulai hari itu Reno menjadi populer di kalangan guru dan teman-teman bahkan di tegaskan lagi oleh kepala sekolah ketika upacara, dan aku makin menjadi bahan olokan oleh teman dan guru-guru. Aku adalah kakak yang diselamatkan oleh adik kecil.
Di SMP kami berbeda sekolah, aku tidak bisa masuk ke SMP favorit karena nilaiku tidak cukup. Reno sudah pasti lulus. Ketika SMA aku dan Reno satu seolah lagi. Kejadian-kejadian itu kembali lagi. Aku cukup popular di SMA, aku dianugrahi wajah yang lumayan cantik. Perpaduan Papa Bugis dan mama yang Chinese menjadikan aku dan Reno memiliki wajah yang lumayan menarik. Aku terpilih menjadi mayoret I di Ekstrakulikuler Drum band sekolah sejak kelas II. Meskipun cantik, dalam hal pelajaran aku tetap berada di kalangan menengah kebawah. Dan Reno, tetap sama seperti sebelumnya. Selalu berada di puncak yang tidak mampu aku jangkau. Di tahun pertamanya di SMA reno memenangi medali emas perlombaan Silat tingkat provinsi. Dia memang hobi di bidang itu, sering ikut papa latihan sejak kecil. Dan saat itu dia menuai hasil. Aku yang selama ini hanya dipuja oleh kalangan cowok, mulai di dekati oleh cewek-cewek yang minta di comblangin sama reno. Dari kelas satu sampai teman-teman kelasku, kelas tiga. Bangga juga rasanya memiliki adik yang jadi idola. Dan hikmah terbesar bagiku, sudah tidak ada lagi anak-anak cowok yang berusaha melecehkanku, mengintip kedalam Rok sekolahku atau pelecehan-pelecehan lain. Pulang dan pergi sekolah aku di bonceng oleh Reno. Dengan kemenangan di perlombaan itu dia bisa membeli sepeda motor baru, Yamaha Vixion. Aku teringat percakapan kami ketika pulang dari sekolah.
“ Dek, ada salam tuh dari Alya, temen kelas kakak”
“ Yang mana tuh?” jawab reno cuek sambil pandangannya tetap fokus ke depan.
“ masa kamu gak tau sama Alya, dia populer loh. Anaknya cantik, imut. Dia mayoret II”
“ohh...” jawab Reno singkat
“kok Cuma ohh sih?”
“ ya terus aku harus respon gimana?” Reno memelankan laju sepeda motornya karena mulai masuk ke jalan raya. Kendaraan mulai ramai.
“ ya respon lain dong, salam balik kek, apa kek, cakep loh dek dia ini?”
“ gak ah, tetep gak secantik mayoret I nya, kalau mayoret satunya yang ngasih salam, baru aku mau.” Ujar Reno sambil menoleh ke belakang dan menatap mataku ketika kami berhenti sambil menunggu lampu merah berganti hijau.
“ Ah, kamu suka bikin kakak GR.” Aku tersipu malu mendengar Ucapan Reno.
“ tapi sering loh dek, temen-temen SMP kakak yang gak kenal sama kamu, kalo ketemu kita lagi di luar sering menyangka kalau kamu itu pacarnya kakak.?” Aku majukan kepalaku ke balik bahu kanannya berusaha melihat ke wajahnya. Dan kalau orang luar melihat, kami memang terlihat seperti sepasang anak muda yang sedang pacaran. Setiap boncengan dengan Reno aku tidak segan-segan melingkarkan lenganku ke perutnya, memelukkanya dari belakang. Atau sesekali tangankua bertumpu ke pahanya. Kami juga sering bercanda gurau di jalan pulang, atau terkadang berhenti dulu di di tempat makan. Karena saat itu dia masih kelas I SMA jadi belum punya pacar sendiri sedankan aku juga belum ada pacar yang serius. Kami lebih suka menghabiskan waktu berdua. Kadang karena aku boncengan dalam kondisi memeluknya dari belakang, otomatis payudaraku menempel ke punggungnya. Aku santai aja dan tidak ada respon berlebih dari reno. Terkadang di timpalinya dengan candaan.
“kak, nenen kakak dorong-dorong tuh. Kaya ada balon di punggungku deh jadinya” ledek Reno
“ihhh.. adek jorok deh ngomongnya..” aku balas cubit ke pinggangnya.
Reno tertawa terbahak-bahak, dan aku pun ikut tertawa. Candaan kami memang terkadang terdengar vulgar, tapi disanalah letak keakraban kami. Tidak canggung seperti kakak beradik yang lain. Kenangan-kenangan itu terus mengalir di kepala ku. Aku merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Melihat sekilas kearah TV yang menayangkan gosip selebritis, seorang Vokalis kenamaan keluar dari penahanan karena skandal video porno nya. tatapan ku ke arah TV tapi pikiranku masih melayang kearah lain.
Masih terkenang kejadian-kejadian masalalu ketika masih SMA. Di kelas tiga SMA aku kembali di selamatkan Reno dan kejadiaaan itu tidak jauh berbeda dengan kejadian kami saat SD. Aku ada PR Fisika yang tidak aku mengerti karena ketika pelajaran berlangsung aku sedang mengikuti latihan Drum Band. Aku kebingungan menatap buku di meja belajar. Rumus-rumus di buku panduan dan buku catatan seperti menari-nari dan tarian itu sangat tidak ku mengerti. Kalau tidak di kerjakan udah pasti kena marah, pak Lubis, guru fisika yang paling killer yang pernah ada di jagat raya. Aku keluar dari kamar dan membawa buku catatannya dan buku panduan, ku lihat Reno lagi nonton.
“ Dek, bisa bantuin kakak gak?” aku duduk di sofa menghadap ke Reno.
“ gak bisa, lagi sibuk!” jawab Reno sambil tetap nonton acara TV.
“ye... ayo dong dek..bantuin kakak.” Aku pukul dia dengan bantal sofa. Dan akhirnya reno bereaksi.
“ Eh ni orang, minta tolong tapi mukul-mukul, pemaksaan ini namanya.” Hardik reno sambil cengar-cengir dengan nada mengejek.
“ aaaaa, ayo dong adek kakak yang pinter dan cakep. Bantuin kakak bikin PR. Kakak gak ngerti. Ntar kakak beliin kamu nasi goreng deh.” Aku bujuk dengan makanan kesukaannya.
“emang kakak punya duit?” ejek reno
“ minta sama papa. Hehe”
“ enak aku minta langsung aja sama papa, beres.” Takus reno di iringi tawanya
“ aaaa, ayo dong dek, bantuin.” Rengekku
“ eh kak, dimana-mana yang minta bantuin tu adek ke kakak, anak kelas 1 minta bantu bikin PR sama yang kelas 3. Bukan kebalik.” Ejek reno sambil memutar badan dan mengambil buku dari tangnku, tanda persetujuaanya.
“ cantik-cantik oon”. Balas Reno.
“biarin. Weee”. Aku cibirkan lidah kearah dia. Satu sisi dia mengejek, tapi dia juga bilang cantik, aku merasa tersanjung di puji.
“yaudah, mana PR nya?”
Aku pun membuka PR fisikanya, materi nya tentang penghitungan energi hukum Newton. Soalnya hanya ada tiga. Tapi satu soal aja jawabannya bisa 2 lembar buku. Mikirin aja aku udah pusing. Aku lihat reno sudah mulai menuliskan sesuatu di coret-coretannya.
“ini rumus nya mana?” tanya reno
“ gak tau. Hehe, di catatan ini kali.” Aku serahkan buku catatanku ke dia. Reno langsung membolak-balikkan halaman per halaman. Kadang matanya ke buku panduan, kadang ke buku PR kadang ke ke buku catatan. Sebentar-sebantar dia mencoret-coretkan sesuatu yang aku tidak mengerti di coretan. Coretannya panjang sekali. Udah lebih 3 kertas buram.
“ini kakak harus cari berapa nilai gaya nya dulu?” celoteh Reno dengan mata tetap fokus ke coretan-coretannya tidak menoleh ke arahku. Aku iya-iyain aja. Karena sedikitpun aku tidak mengerti. Di tambah dengan mata yang semakin berat. Suara-suara Reno kadang jelas kadang samar di telingaku penglihatan ku juga mulai redup. Aku menopangkan lengan ke sandaran sofa untuk mengganjal kepala ku yang diserang kantuk berat. Ini lah selalu yang ku alami, setiapa mau belajar. Kantuk nya menjadi-jadi. Mata ini tidak bisa di ajak kompromi. Terdengar sesekali suara reno, namun makin lama suara itu main jauh dan sayup. Aku tidak bisa lagi mendengarnya dengan jelas. Ah, menjam sebentar doang gak masalah, tar kalau selesai bisa aku pelajari sendiri. Batin ku menggumam.
...
“Siska!! Coba kerjakan PR kamu di papan tulis.” Perintah pak Lubis
Aku kaget setengah mati, padahal aku sudah berusaha menghindar dari pandangan beliau agar tidak maju kedepan. Tapi apa mau di kata, semua sudah terjadi. Namaku sudah di ucapkannya dan tidak bakal bisa di tarik lagi. Pasrah kulangkahkan kakiku ke depan. Entah apa yang harus ku lakukan. Biarlah tuhan yang membimbing tanganku. Ku ambil spidol dan kuarahkan ke papan tulis kelas.
Tanganku mulai menggoreskan tinta spidol ke papan tulis kelas bahkan sebelum diperintah oleh otakku. Dengan lancar tangan ini menuliskan angka-angka yang bahkan tidak ku mengerti. Ajaib Sekali. Tanganku benar-benar di bimbing Tuhan. Hanya dalam hitungan menit ketiga soal itu aku selesaikan. Kaki ini juga bergerak sendiri. Aku berbalik ke hadapan teman-teman yang masih terperangah. Mulutku juga melakukan tindakan sendiri. Lidah ku mengeluarkan kata-kata ilmiah dengan sangat lancar. Menjelaskan jabaran Rumus yang baru kutuliskan ke papan Tulis. Teman-teman terperangah dengan perubahannku, aku yang biasanya tidak bisa apa-apa sekarang menjadi begitu lancar. Ekspresi kaget juga ada di wajah pak lubis. Ekspresi kaget bercampur rasa hormat. Dia mengakui kehebatan baru ku ini. Spontan seluruh isi kelas bertepuk tangan. Dengungan-dengungan kagum ku dengar di seluruh penjuru kelas. Bahkan Spidol, papan Tulis, Buku, Meja dan kUrsi seolah juga mengutarakan kekagumannya kepadaku. Aku menjadi senang sekali. Perasaan bahagia dan bangga ini baru ini kurasakan.
Tok...tok...tok...
“Siska...!!!” mamaku muncul di depan pintu kelas. Suaranya melengking. Kenapa mama kesekolah ini mendadak.
“SISKA.!!!!! Bangun... udah pagi” makin lama suara mama makin jelas, dan teman-teman kelasku makin menjauh. Semakin mengecil di iringi oleh suara mama yang terus memanggil. Kelas menjadi gelap. Kemudian muncul pancaran cahaya yang menyilaukan mata dan aku dapati tubuhku masih berbaring di tempat tidur berwarna Pink. Di kamarku. Terjaga dari mimpi indah yang mungkin tidak pernah aku alami di dunia nyata.
“iya udah bangun” sahutku malas dari dalam kamar.
ASTAGA.. aku terhenyak, bagaimana dengan PR fisika ku. Aku ketiduran malam tadi. Dan bagaimana aku bisa pindah ke kamar. Siapa yang memindahkan ku ke kamar? Apa aku pindah sendiri? Baju ku juga sudah berganti. Malam tadi aku masih mengenakan baju kaos oblong dan celana jeans. Aku belum ganti baju dari sore. Sekarang aku sudah mengenakan daster tidur. Dan TANPA BH!!! Aku coba memutar kembali ingatan ku. Mengingat apakah aku sempat mengganti baju sebelum tidur. Aku bangkit cepat aku lihat bajuku malam tadi sudah tergantung di gantungan baju belakang pintu. BH ku juga ada di sana. Kejanggalan, Aku tidak pernah menggantung BH, aku hanya sekali sehari mengenakan BH. Sudah pakai aku langsung menaruhnya di keranjang pakaian kotor. Kenapa sekarang tergantung. Aku ingat-ingat lagi kejadian terakhir aku tertidur, aku tidur di sofa ruang tengah. Dan yang ada hanya Reno. Apakah reno yang memindahkan ku ke kamar. Kenapa aku tidak sadar ketika dia membopongku ke kamar.dan dia yang menggantikan bajuku. Berarti dia juga yang melepas BH ku. Dia sudah melihat tubuhku tanpa busana. Apakah dia melakukan sesuatu terhadap tubuhku ketika aku tidur. Spontan aku bangkit dan menghadap ke cermin. Ku lepaskan dasterku dan mengamati setiap jengkal tubuhku. Mungkin ada bekas merah yang di tinggalkan. Tapi kulitku mulus-mulus saja. Tidak ada bekas seperti bekas remasan di seputar payudara ku. Ku lihat pantat juga biasa saja. Vagina ku juga kering, tidak ada lendir atau rasa perih jika sesuatu masuk secara paksa. Aku masuk ke kamar mandi kamar, dan ku putuskan untuk ku tanyakan sendiri kepada Reno nanti.
Tidak lama aku keluar kamar dan sudah lengkap dengan seragam sekolah. Buku PR fisika ku masih tergeletak di atas meja. Lengkap dengan buku panduan dan catatan harian. Ku buka, dan ketiga soal itu udah ada jawabannya. Tulisan tangan ini ku kenal, bukan tulisan tanganku, melainkan tulisan tangan Reno. Kumasukkan saja kedalam tas dan Aku turun ke bawah, kulihat papa dan Reno sedang sarapan. Kutunda saja sejuta pertanyaan yang ada di kepala. Tidak enak jika di dengar papa.
“Buku PR kakak di atas meja sofa atas.” Ujar Reno ketika melihat ku turun dari tangga. Dia masih asyik menyantap sarapannya.
“Iya udah kakak ambil”. Jawabku sekenanya dan duduk di meja makan. Aku lihat papa yang dari tadi asik ngopi dan membaca koran pagi jadi memperhatikannku. Sudut matanya menyiratkan suatu kecurigaan.
“Kau minta buatin PR sama adik mu lagi Siska?” tanya papa. Nada suaranya tinggi, seperti menanyakan terdakwa di persidangan.
“uhuk... tidak pa, aku yang meminjam buku PR kakak, ada yang mau aku pelajari tentang hukum newton, dan kakak bilang kalau mereka juga sedang belajar materi itu. Jadi aku pinjam buku catatan, buku panduan dan PR nya sekalian.” Sahut Reno cepat untuk membela ku. Aku sudah gelagapan awalnya tidak tahu mau menajawab apa.
“loh kok kamu belajar pelajaran kelas tiga, emang pelajarannya sama?” selidik papa.
“ Aku di tugaskan oleh guru fisika kami untuk ikut Olimpiade sains kategori Fisika Astronomi. Dan materinya dari kelas satu sampai kelas tiga. Makanya pinjam buku kakak.” Jelas Reno. Reno tidak sepenuhnya berbohong. Dia memang ikut olimpiade Fisika. Tapi kali ini dia tidak pinjam untuk dirinya semata. Tapi untuk bantu PR ku juga. Aku diam saja biar tidak terjadi ke timpangan informasi. Toh, ini juga demi kebaikan bersama pikirku.
“ Ya Udah, kamu juga jangan terlalu menggantungkan diri sama adik kamu siska. Masa gak malu sebagai kakak di bantu adik terus. Bukan nya kakak yang membantu adik.” Serang papa. Kebiasaan nya berpidato sepertinya akan di mulai.
“iya pa.” Jawabku singkat.
“ cepat sudahi sarapan kamu, kita mau berangkat. Papa ada sidang hari ini.”
“ Kalau papa mau berangkat duluan gak papa. Aku bareng reno aja naik Motor”. Ujarku cepat. Toh memang ada yang ingin aku tanyakan ke Reno. Jadi nanti di motor bisa leluasa ku tanyakan.
“ ya udah, papa berangkat duluan.” “MA, Udah Belum?” teriak papa.
“udah. Bentar lagi mama keluar”
Reno bangkit dan cium tangan papa dan mama. Aku juga demikian. Tak lama kami juga udah berboncengan ke sekolah.
Jalanan pagi ini seperti biasa, macet. Reno terkadang nyelip-nyelip di antara kendaraan-kendaraan yang lain. Entah kenapa hari ini aku merasa tidak nyaman mau memeluk Reno. Tidak seperti biasanya. Aku merasa jangal jika aku memelukknya dan kedua bukit kembar ku menempel di punggungnya. Pikiran pun terasa tidak menentu, aku bingung bagai mana mau memulai pertanyaan untuk kejadian malam tadi. Aku masih diam saja di belakang Reno. Dan kami sudah berhentin di Lampu Merah pertama. Aku putuskan untuk bertanya
“ Kakak kok bisa tidur di kamar ya malam tadi. Perasaan kakak ketiduran di Sofa ruangan atas deh?” aku mulai pembicaraan sambil melirik ekspresi wajah reno dari Spion motor.
“ aku yang pindahin kakak ke dalam. Kasian aja tidur di luar. Tar kakak ku yang cantik ini di gigit nyamuk.” Canda reno sambil memutar kepalanya ke belakang dan tersenyum.
Benar dugaanku, artinya Reno yang memindahkan ku ke dalam kamar. Tapi masih banyak yang perlu aku pertanyakan.
“ kakak jalan sendiri ya?” tanya ku lagi.
“ hahaha.. kakak tidur kaya kerbau gitu, bagaimana caranya bisa jalan ke kamar”.
Ledekan Reno seperti ini memang sering ku terima, dan ungkapannya macam-macam. Mulai dari tidur kerbau, ini karena kalau aku sudah tidur aku susah untuk di bangunkan. Ada juga CCO. Cantik-cantik Oon. Ya, memang ku akui otak ku tidak secemerlang Reno. Ada barbie pengentut, dan macam-macam julukan-julukan aneh yang di anugrahkan si sempurna Reno. Kepada si Manusia paling tidak sempurna. Aku.
Aku kejar kembali kepertanyaan yang masih terngiang di kepalaku.
“trus gimana caranya kakak bisa pindah kekemar?” kejarku sambil mengencangkan pelukan ke pinggangnya. Kepala ku majukan kedepan. Berusaha melihat wajahnya secara langsung. Jika orang lain melihat, kami terlihat seperti sepasang Remaja yang sedang pacaran di atas Motor. Hehe
“ya aku gendong lah. Kaya film India.” Balas reno singkat. Matanya Fokus ke Trafic light.
“ Kamu juga yang gantiin baju kakak?” aku makin penasaran,
“Iya” jawab reno
dada ku bergemuruh. Perasaan aneh ku rasakan mengetahui kenyataan bahwa tubuhku telah di lihat oleh adik kandungku. Dalam kondisi tidur. Tubuhku yang belum di jamah oleh siapa pun sekarang telah di lihat oleh adik kandungku sendiri dan tubuh ini dalam kondisi hampir telanjang Bulat. Ada perasaan marah, kesal dan rasa ingin tahu. Apa yang dia rasakan ketika melihat tubuhku ini.
“ Kamu juga yang bukain BH kakak?” kejarku
“ Iya?”
Aku terdiam. Reno mengatakan itu tanpa ekspresi.
“gak usah takut deh, gak aku foto kok?” ledek Reno. “gak mungkin juga aku mau buat kakak aku .yang cantik ini jadi bintang Bugil Medsos. Haha”
Reno masih bisa bercanda di saat perasaan ku begitu berkecamuk. Dadaku bergemuruh, jantungku berdetak cepat. Perasaan ini aneh sekali. Mau di bilang ini marah, tidak juga, kesal, tidak juga, sedih, tidak terlalu.
Reno masih bisa bercanda di saat perasaan ku begitu berkecamuk. Dadaku bergemuruh, jantungku berdetak cepat. Perasaan ini aneh sekali. Mau di bilang ini marah, tidak juga, kesal, tidak juga, sedih, tidak terlalu. Yang aku rasakan malahan penasaran, apa yang di rasakan oleh Reno ketika melihat tubuhku dalam keadaan polos. Tapi aku malu mau menanyakannya, tapi hati ini sangat ingin tahu apa yang di rasakannya.
“ Tapi kok kamu sampai membuka BH kakak?” Pancingku lagi, tidur tanpa BH memang kebiasaan ku, Tapi apakah Reno tahu kalau aku setiap tidur tidak mengenakan BH lagi.
“ Kemaren aku baca di berita Online, kalau cewek tidur tetap mengenakan BH bisa memicu sesak Nafas dan juga memicu kanker Payudara, selain membuat bentuk nya jadi gak bagus lagi.” Jelas Reno
“ Cuma Itu?” Kejar Ku lagi sambil mengeratkan pelukanku di pinggangnya, menyiratkan aku bbutuh penegasan lebih.
“ Iya Cuma itu, emang apa lagi?” Reno malah balik bertanya.
“ kamu tidak macam-macam kan sama badan kakak?” aku pelankan suara, takut orang-orang di yang berkendara di sekitar kami mendengar perbincangan kami. Sungguh tidak etis jika di ketahui oleh mereka. Seorang gadis badannya di jamah oleh pemuda yang orang itu adalah adik kandungnya sendiri.
“ ya nggak lah kakak sayang, emang aku apain? Aku lukis-lukis gitu? Hahaha”
Aku cubit perutnya, pertanyaan serius ku di timpalinya dengan candaan. Tapi yang lebih aneh, ada perasaan kecewa yang aku rasakan. Aku kecewa karena adikku malahan tidak melakukan sesuatu terhadap tubuhku. Tepatnya aku kecewa karena dia seolah tidak mengagumi tubuh yang aku rawat dengan susah payah. Membatasi makanan, olahraga ringan agar selalu tampil langsing dan cantik. Timbul juga rasa penasaran dalam hatiku, benarkah dia tidak melakukan sesuatu, dia seorang remaja yang di usianya pasti lagi tertarik dengan tubuh wanita. Tidak mungkin dia tidak merasakan perasaan yang aneh ketika membuka bajuku. Oh, pikiran-pikiran ini membuat kewanitaanku jadi geli, pelumas alami menyeruak keluar dari celah sempit itu. Aku jadi terangsang sendiri. Aku terangsang karena memikirkan adik kandungku menikmati tubuh ku ini. Secara reflek aku silangkan paha kiriku ke atas paha kananku, kondisi ini membuat kewanitaan ku terjepit. Ada rasa nyaman yang di timbulkan. Tangan kananku yang awalnya memeluk perutnya berpindang bertopang ke paha kananya, malah lebih kepada mencengkeram. Sedikit aku rasakan gerakan tubuhnya. Tapi dia berusaha meminimalisir gerakan tersebut, barusaha tenang.
“ waktu aku gendong kakak ke kamar malam tadi, aku merasa kalau BH kakak keras banget, kayak tempurung kelapa. Jadi aku pikir kasian kalau di biarkan. Aku udah berapa kali coba bangunin kakak suruh ganti baju dulu. Kakak Cuma bilang ah..eh aja. Aku juga bilang aku gantiin ya? Kakak diam aja. Ya aku pikir boleh. Aku buka deh.” Reno memulai obrolan kembali, dan menyadarkan ku dari lamunan.
“ aku kirain kakak beneran pakai tempurung kelapa, keras banget. Hehe” sambung reno lagi
“ Emangnya kakak suku pedalaman apa pakai tempurung kelapa segala.”
Reno tertawa terbahak-bahak. Lampu lalu lintas sudah hijau. Kami melanjutkan perjalanan kami ke sekolah.
“ eh kak, emang gak sakit ya pakai BH sekeras itu?” Tanya Reno, pertanyaanya membuat ku makin yakin kalau Reno juga penasaran dengan tubuh wanita.
“ aku juga sempat mikir, kalau emang keras gitu, seharusnya sekarang juga kerasa keras kalau kakak nempel ke punggungku gitu. Seharusnya rasanya kayak batu, bukan kayak balon. Atau jangan-jangan nenen kakak bisa berubah-rubah ya. Kadang bisa kayak batu, kadang bisa kayak balon” Sambung Reno lagi.
Ni anak kan otak nya encer, masa sih yang begini tidak tahu. Sekarang kan tentang ini bukan hal tabu lagi. Informasi nya udah beredar dan bisa di akses dimana saja. Aku jadi curiga
“ kamu beneran gak tahu apa pura-pura gak tahu?” pancingku, sambil mengerlingkan mata ke spion motor. Berusaha menatap matanya.
“ aku kan gak punya nenen, gimana bisa tahu?” sungut Reno balik
“ jangan-jangan kamu pegang-pegang dada kakak malam tadi ya? Ayo ngaku?” kejarku lagi, aku masih risih untuk menggunakan kata ‘nenen’ ke adik ku sendiri. Meskipun Reno dengan gamblang mengatakannya.
“ pengen sih pegang, tapi takut kakak bangun. Hahaha”
Jawaban Reno membuat jantung ku berdetak cepat, ternyata benar ada ketertarikan di dirinya dengan tubuhku, ada rasa bangga yang ku rasakan, tapi ini kebanggaan yang aneh. Dia bukan laki-laki yang tepat dan boleh untuk merasakan itu.
“ih, kurang ajar kamu ya. mana boleh pegang-pegang dada anak gadis. Apa lagi dada kakak sendiri. Di marah suami kakak kamu nanti.” Kucibut perutnya dengan kuat.
“ aduh... sakit tahu kak. nanti kita jatuh loh dari motor.” Tangan kiri reno berusaha melepaskan cubitan ku di perutnya.
Tidak lama kami sudah sampai ke gerbang sekolah, setelah memarkirkan motor, kami berpisah dan menuju kelas masing-masing. Reno langsung bergabung dengan teman-temannya yang juga baru tiba, aku juga demikian.
“pagi kak siska” sapa beberapa teman Reno, sapaan dengan nada menggoda. Tersirat mereka mengagumi kecantikanku. Bangga rasanya.